Minggu, 11 Juli 2010

JAGA LINGKUNGAN DENGAN JANGAN ABAIKAN SAMPAH

Oleh: Zuraida Thoha

Jika mendengar kata sampah, pikiran tertuju kepada suasana kumuh, polusi asapnya membumbung mengotori udara, bau khas menyengat sampai keubun-ubun, kecoa berseliweran, lalat juga tak mau kalah berebut mengerubungi makanan sisa. Ribuan laskar mandiri ikut mengais-ngais gundukan sampah jika ada barang berharga yang masih bisa ditukar dengan sebungkus nasi dan sebatang rokok. Begitulah gambaran Tempat Pembuangan Sampah Bantar Gebang di pinggiran kota Bekasi.

Tetapi suasana ini tidak ditemukan ketika saya mendapat kesempatan mengunjungi Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yaitu sekitar 30 km di pinggiran Kota Brisbane yang jauh dari pemukiman penduduk.

Memasuki area ini tidak seperti di tempat pembuangan sampah. Kesan bersih dan teratur sangat terasa, tidak hanya di ruang penerima tamu tetapi juga di setiap sudut ruangan tertutup maupun terbuka. Seperti ruang untuk menerima peserta pelatihan Promosi Kesehatan dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. Ruang tamu ini didisain dengan memanfaatkan barang-barang hasil buangan masyarakat seperti meja bar antik dengan botol-botol minuman yang digantung, sudah kosong tentunya. Seperangkat kursi yang masih layak diduduki dilengkapi dengan denah kota Brisbane kuno, mungkin sudah berusia puluhan tahun. Sapu ijuk raksasa juga melengkapi ruangan ini. Kesan seni memanfaatkan barang-barang bekas mendominasi ruang ini. Jika ingin ke kamar kecil jangan kaget, anda sudah ditunggu dengan seorang laki-laki perkasa dilengkapi dengan senapan laras siap melindungi anda.

Luas seluruh area TPA di pinggiran kota Brisbane sekitar 60 hektar, tempat ini dibangun tahun 1960 dan dirancang dengan multi fungsi. Tidak hanya untuk mengolah sampah dengan sistem sanitary landfill, tetapi juga untuk bengkel kerja. Setiap Sabtu masyarakat dapat membeli barang-barang yang masih layak pakai seperti kulkas, televisi mesin cuci, bahkan piano, juga barang pecah belah, koper dan furniture. layaknya pasar murah. Dan dana yang terkumpul digunakan untuk yayasan sosial.

Setiap Hari Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu sejak pukul 10 s.d pukul 15 masyarakat diizinkan untuk melakukan sendiri pembuangan sampah di TPA ini. Dengan mengikuti sistem ban berjalan. Untuk sampah kertas disediakan mobil daur ulang yang akan memprosesnya menjadi kertas kembali. Begitu juga sampah dedaunan dan kayu mengalami daur ulang sehingga dapat digunakan untuk pupuk tanaman. Selanjutnya sampah beracun seperti aki bekas dan batu baterei disediakan tempat khusus. Sedangkan untuk pembuangan sampah basah disediakan tanah dengan kedalaman sekitar 10 – 15 meter, panjang 5 km dan lebar 3 km yang nanti akan diproses dengan sistem sanitary landfill.

Pemusnahan sampah dengan metode Sanitary Landfill adalah membuang dan menumpuk sampah ke suatu lokasi yang cekung, memadatkan sampah tersebut kemudian menutupnya dengan tanah. Metode ini dapat menghilangkan polusi udara. Secara umum Sanitary Landfill terdiri atas elemen sebagai berikut :

Lining System
Berguna untuk mencegah atau mengurangi kebocoran leachate ke dalam tanah yang akhirnya bisa mencemari air tanah. Biasanya Lining System terbuat dari compacted clay, geomembran, atau campuran tanah dengan bentonite.

Leachate Collection System
Dibuat di atas Lining system dan berguna untuk mengumpulkan leachate dan
memompa ke luar sebelum leachate menggenang di lining system yang akhirnya akan menyerap ke dalam tanah. leachate yang dipompa keluar
melalui sumur yang disebut Leachate Extraction System

Cover atau cap system
berguna untuk mengurangi cairan akibat hujan yang masuk kedalam landfill.
Dengan berkurangnya cairan yang masuk akan mengurangi leachate.

Gas ventilation System
berguna untuk mengendalikan aliran dan konsentrasi
di dalam dengan demikian mengurangi risiko gas mengalir di dalam tanah
tanpa terkendali yang akhirnya dapat menimbulkan peledakan.

Monitoring system
Bisa dibuat di dalam atau di luar landfill sebagai peringatan dini kalau terjadi kebocoran atau bahaya kontaminasi di lingkungan sekitar. (http://www.indoconstruction.com/200108/#Ir. Franciscus S Hardianto, MSCE, PE.)

Sedangkan Gas metana yang dihasilkan melalui teknik sanitary landfill dapat dimanfaatkan untuk sumber listrik yang dapat dialirkan kerumah-rumah penduduk. Dan air sampah atau air lindi dapat diolah menjadi pupuk cair.

Lalu bagaimana dengan kondisi di Bantar Gebang? Walaupun didisain untuk sanitary landfill dengan luas area sekitar 108 hektar lebih satu setengah kali luas TPA di Kota Brisbane. Teknologi ini pun sebenarnya cukup baik dan ramah lingkungan. Namun akibat salah urus dan persoalan yang tidak diselesaikan bertahun-tahun dampak lingkungan pun mulai terasa. Area tersebut persis gunung sampah. Bau busuk dan asap pekat menyebar hingga radius 1,5 km. Air sampah yang seharusnya dapat diolah malah dibiarkan begitu saja sehingga meracuni air tanah penduduk.

Hasil kajian konsultan independen dari Universitas Indonesia dan Universitas Islam Empat Lima Bekasi menyebutkan, dua dari empat instalasi pengolah air sampah Bantar Gebang rusak dan tak berfungsi.

Pemkot Bekasi sebenarnya paham betul bahwa TPA Bantar Gebang sudah tak layak pakai dan dampak lingkungannya mencemari wilayah mereka. Tetapi uang bau sampah sebagai kompensasi lebih dari 50 miliar rupiah setahun cukup menggiurkan pejabat-pejabat di Pemkot Bekasi untuk memperpanjang kontrak tersebut. (www.liputan6.com)

Gawat darurat sampah adalah istilah yang digunakan Pemerintah DKI setelah masyarakat melakukan class action menolak sampah yang datang dari Jakarta untuk dibuang lagi ke Bantar Gebang. Dan dengan berat hati Pemerintah Kota Bekasi menyatakan tidak ingin memperpanjang kontrak pemakaian TPA Bantar Gebang yang sudah 16 tahun digunakan untuk membuang sampah. Tetapi celakanya tidak satupun proyek pengolahan sampah yang siap menggantikan Bantar Gebang.

Proyek ini bisa dianggap gagal karena pemerintah kurang memperhatikan pemilihan lokasi pembuangan, perencanaan kapasitas, pengaruh terhadap air tanah, penutupan sampah dan perlindungan lingkungan. Sehingga menimbulkan efek yang merugikan bagi kehidupan flora, fauna, dan manusia disekitarnya.

Sebenarnya banyak alternatif pengolahan sampah dan ironisnya Pemerintah Provinsi DKI kurang memberi perhatian. Di antaranya yaitu menggunakan sistem zero waste atau bebas limbah yang diperkenalkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Sistem ini mampu mengolah 50% limbah yang dapat didaur ulang. Pengolahan ini menggunakan teknologi menengah dan melibatkan masyarakat secara proaktif.

Sistem ini berskala kawasan, dan sudah diujicoba di Rawasari, Jakarta Pusat. Untuk itu tidak membutuhkan uang sewa, pembelian truk, dan alat berat lain karena masyarakat ikut terlibat seperti pemisahan sampah kering dan sampah basah di rumah tangga. Juga bisa menyerap tenaga kerja yang belum mendapat pekerjaan di kawasan tersebut. Sehingga beberapa kegiatan yang tidak perlu bisa dipangkas yang selama ini banyak menguntungkan pejabat-pejabat tertentu.

Sudah saatnya masyarakat dididik untuk bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah secara sederhana..Seperti masyarakat dan pemerintah Kota Brisbane bahu membahu untuk mengelola sampah secara professional, mereka sadar bahwa sampah jika dikelola dengan baik selain mempunyai nilai jual juga menjaga lingkungan bersih dan aman dari polusi.

Sumber :
Website Departemen Kesehatan RI:http://www.promosikesehatan.com/artikel.php?mn=6&yr=2006&nid=226

0 komentar:

Posting Komentar